Selasa, 30 Oktober 2012

info InfoBeasiswaS1.com-Hi teman-teman, saat ini tahun ajaran baru segera dimulai, beasiswa yang ditawarkan universitas lokal maupun internasional kebanyakan sudah ditutup, maka dari itu tim InfoBeasiswaS1 mencoba membawakan kiat kiat memperoleh beasiswa s1 sebagai persiapan teman-teman untuk beasiswa tahun depan, oc?! Enjoy it! Kiat-kiat untuk memperoleh beasiswa S1 di universitas terkemuka akan dijelaskan secara mendetail dalam artikel ini. Ada beberapa hal yang wajib dipersiapkan para pelajar SMA untuk memperoleh beasiswa S1. Anda hanya satu dari ribuan bahkan ratusan ribu pelajar yang ingin berkuliah secara gratis, baik untuk biaya sekolah maupun biaya akomodasi. Setelah mengikuti beberapa langkah praktis berikut, yang merangkum poin-poin penting yang harus dilakukan setiap pelajar SMA yang ingin memperoleh beasiswa di perguruan tinggi, Anda sudah siap bersaing untuk mendapatkan beasiswa incaran Anda. 1. Mengumpulkan informasi Rajin mengumpulkan informasi beasiswa dari universitas incaran Anda merupakan modal utama yang menetukan kesuksesan Anda dalam memperoleh beasiswa. Setelah itu, Anda harus mepelajari secara seksama terms and conditions dari beasiswa dari universitas tersebut. Universitas impian Anda tidak memberikan beasiswa? Jangan khawatir, masih banyak universitas bermutu baik yang royal menawarkan beasiswa. Untuk itu, Anda harus tetap optimis dan rajin mengumpulkan berbagai macam informasi beasiswa S1, terutama melalui situs Info Beasiswa S1 ini, . 2. Memiliki rata-rata nilai SMA kelas 1 dan kelas 2 yang baik Beberapa universitas mensyaratkan nilai rata-rata minimal untuk calon penerima beasiswa S1. Untuk itu, pastikan Anda menjaga kestabilan nilai raport Anda semasa SMA. Meski seseorang mampu memperoleh nilai yang sangat tinggi dalam tes masuk universitas, tapi memiliki nilai rata-rata rapor yang relatif rendah, universitas cenderung enggan memberikan full scholarship atau beasiswa penuh. Kestabilan nilai dan peringkat Anda semasa SMA juga perlu dijaga. Sebagai contoh, pada semester 1, Anda menempati peringkat 1 kelas dengan rata-rata rapor 8,5, tapi pada semester berikutnya, Anda hanya menempati posisi 19 dengan rata-rata 7,4. Pemberi beasiswa akan cenderung berpikir bahwa Anda masih labil dalam menjaga prestasi. Untuk itu, meski Anda menghadapi masalah di luar akademik, pastikan jangan sampai masalah itu mempengaruhi prestasi akademik Anda. Perlu juga Anda perhatikan bahwa nilai 7 dari SMA unggulan dapat dinilai sama dengan angka 9 dari universitas non-unggulan. Standar dan kriteria mengenai nilai rata-rata rapor SMA untuk setiap universitas berbeda-beda. Selalu pastikan bahwa Anda melalukan yang terbaik! 3. Aktif berorganisasi Aktif dalam berorganisasi tidak hanya meningkatkan kemampuan interpersonal skills Anda, tetapi juga menambah nilai positif Anda di mata pemberi beasiswa. Ada banyak organisasi yang dapat diikuti pelajar SMA, mulai dari OSIS di sekolah hingga terlibat aktif dalam organisasi keagamaan. 4. Berprestasi akademik Berprestasi akademik di sini berarti Anda tidak hanya sekadar memiliki nilai bagus di sekolah, tapi juga aktif dan mampu berprestasi di perlombaan-perlombaan antar sekolah. Ada beberapa lingkup perlombaan yang dapat Anda ikuti, mulai dari tingkat kota, provinsi, hingga nasional. Dalam hal ini, Anda harus turut aktif dalam mencari informasi, jangan hanya sekadar menunggu intruksi dari sekolah untuk mewakili nama sekolah. Ada banyak perlombaan bertebaran di luar sana yang menunggu untuk diikuti. 5. Berprestasi non-akademik Contoh dari prestasi non-akademik ialah juara basket, renang, karate, pidato berbahasa asing, debat, menyanyi, paduan suara, dll. Ada banyak kegiatan non-akademik yang dapat Anda ikuti yang mampu memberi nilai positif tentang diri Anda di mata pemberi beasiswa. 6. Memiliki kemampuan bahasa asing Mampu berbahasa asing, terutama bahasa Inggris, secara aktif baik lisan maupun tulisan kini telah menjadi hal yang wajib seiring dengan adanya globalisasi. Jangan segan untuk mempraktekkan kemampuan berbahasa asing Anda. Jika pelajaran yang diberikan di sekolah terbatas, ada banyak kursus bahasa asing di sekitar kita saat ini. 7. Menghadapi interview/wawancara Di beberapa universitas, setelah lolos dari seleksi tes tertulis, tes wawancara atau yang lebih dikenal dengan interview umumnya dilaksanakan. Melalui interview ini, kebenaran data-data yang sebelumnya Anda berikan biasanya akan dicek. Selain itu, melalui interview, pemberi beasiswa dapat lebih mengenal karakter Anda, si calon penerima beasiswa! Untuk lebih yakin dalam menghadapi interview, Anda dapat mempraktekkan Kiat-kiat Sukses Menghadapi Interview/Wawancara. Setelah memahami poin-poin penting untuk mendapat beasiswa S1 di universitas terkemuka, kini Anda hanya perlu mempraktekkannya. Poin-poin di atas dirangkum berdasarkan pengalaman penulis memperoleh full scholarship, yang meliputi biaya sekolah dan biaya hidup, di salah satu universitas terkemuka di Indonesia.

Senin, 22 Oktober 2012

Sekilas Tentang "Sepatu Dahlan"

“HIDUP, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya." Kalimat itu ditulis oleh Dahlan Iskan sebagai pengantar sebuah novel yang diklaim oleh penulisnya Khrisna Pabihara sebagai diinspirasi oleh kisah hidup sang menteri.
Namun "Sepatu Dahlan", sebuah novel setebal 369 halaman dan 32 bab justru runtut bertutur mengenai perjuangan, kerja keras dan semangat pantang menyerah seorang anak miskin untuk mencapai masa depan yang jauh lebih baik dengan latar belakang peristiwa Gerakan 30 September PKI.
Sosok Dahlan kecil yang digambarkan oleh penulis dalam novel itu bukanlah orang yang pasrah terhadap keadaannya. Dahlan kecil dalam novel itu adalah seorang pejuang, pejuang bagi masa depannya tak peduli jalan berliku.
Dahlan, bocah miskin asal Kebon Dalem, Jawa Timur, berpeluh untuk mewujudkan mimpinya, yang semula sangat sederhana untuk ukuran sebagian besar anak Indonesia saat ini, yaitu sepasang sepatu dan sepeda.
Tapi dia tidak menyerah. Dari Kebon Dalem, kampung yang dilukiskan sebagai hanya memiliki enam buah gubuk yang letaknya saling berjauhan, Dahlan tekun menyusun langkah hingga akhirnya kini tertambat di salah satu kursi Kabinet Indonesia Bersatu II sebagai Menteri BUMN.
Sebuah lompatan yang sangat mengagumkan jika merujuk pada novel "Sepatu Dahlan" yang menyebutkan bahwa nyaris seluruh lelaki dewasa di Kebon Dalem bekerja sebagai buruh atau kuli.
Walau, Dahlan kecil karena kondisi keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan juga terpaksa merasakan kerasnya hidup sebagai buruh. Setiap hari ia harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki.
Sepulang sekolah banyak pekerjaan yang harus dilakoninya demi sesuap tiwul, mulai dari nguli nyeset, nguli nandur (menjual tenaga di sawah), sampai melatih tim voli anak-anak pengusaha tebu.
Berkat kerja kerasnya, Dahlan berhasil mengumpulkan uang untuk membeli sepeda secara mencicil dan kemudian dia bahkan mampu membeli dua pasang sepatu untuk dirinya dan adiknya. Sekalipun semua itu baru dapat diwujudkannya ketika ia duduk di kelas tiga SMA (Aliyah). Suatu jalan yang panjang untuk sepasang sepatu. Sepasang sepatu yang kemudian lebih banyak ditenteng oleh Dahlan karena ia merasa sayang menggunakannya.
“Takut rusak jadi sepatu ditenteng dan tetap nyeker (telanjang kaki) ke sekolah supaya sepatunya awet." Namun Dahlan punya apologi untuk itu. Ia bukannya malas bekerja, ia menghabiskan waktu menjadi buruh di sawah berhari-hari dengan harapan dapat memperoleh upah untuk membeli sepatu namun ternyata setiap kali menerima upah setiap kali itu pula ada hal-hal lain yang lebih mendesak disbanding sepatu, missal beras, tepung singkong, cabai, gula atau minyak tanah”.
“Mata berkunang-kunang, keringat bercucuran, lutut gemetaran, telinga mendenging...Siksaan akibat rasa lapar ini memang tak asing, tetapi masih saja berhasil mengusikku...Sungguh aku butuh tidur. Sejenak pun bolehlah, Supaya lapar ini terlupakan," tulis Khrisna guna menggambarkan kerasnya kehidupan Dahlan Kecil untuk mencapai mimpinya yang “sederhana”.
Lempar Sepatu Dalam acara peluncuran novel "Sepatu Dahlan" di Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (27/5), Dahlan kembali melakukan aksi "melempar". Tapi bukan kursi yang dia lempar namun sepatu yang ia pakai. “Saya copot, lempar ke anda dan saya pakai buatan Indonesia,” katanya. Pelemparan sepatu itu merupakan bentuk dari penolakannya terhadap sepatu buatan luar negeri.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa novel "Sepatu Dahlan" adalah satu bentuk teguran baginya selaku pejabat publik untuk tidak lagi menggunakan sepatu buatan luar negeri. Setelah melempar sepatunya, Dahlan kemudian mengawali Gerakan Sepatu untuk Anak Indonesia dengan membagikan sekitar 1.000 sepatu untuk anak-anak Sekolah Dasar di seluruh sudut Jakarta.
Aksi "bagi-bagi" sepatu itu memperoleh rekor dari Museum Rekor Indonesia sebagai gerakan berbagi sepatu terbanyak karena ditargetkan akan memberikan lebih dari 3.600 pasang sepatu bagi anak-anak Indonesia.
Terkait novel yang disebut terinspirasi dari kisah hidupnya, Dahlan mengaku kaget saat pertama kali memperoleh informasi mengenai penulisan novel tersebut. Novel itu, katanya, juga membuat dia penasaran karena dia adalah seorang penikmat novel.
Namun ia memuji kepiawaian sang penulis yang mampu menghidupkan kisah hidupnya. Tetapi, Dahlan mengingatkan bahwa beberapa adegan dan tokoh yang terdapat dalam novel itu adalah fiktif walau semangatnya sama.
Novel "Sepatu Dahlan" adalah bagian pertama dari trilogi novel inspirasi Dahlan Iskan yang ditulis oleh Khrisna Pabichara dan diterbitkan oleh Noura Books. Dalam buku itu dikisahkan masa kecil Dahlan Iskan yang tumbuh besar dengan dua impian yaitu sepatu dan sepeda serta kisahnya dengan seorang gadis bernama Aisha.

Menurut Khrisna, Dahlan kecil yang hidup di bawah garis kemiskinan tidak tega menyampaikan impiannya kepada orang tuanya sehingga dia berusaha untuk mewujudkannya dengan usahanya sendiri. Setiap hari ia harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Sepulang sekolah banyak pekerjaan yang harus dilakoninya demi sesuap tiwul.
Buku itu juga menyebutkan bahwa di usia mudanya, Dahlan sudah banyak merasakan kehilangan, yang semua tertuang dalam catatan hariannya. Namun sekalipun novel itu terinspirasi oleh kehidupan Dahlan, Khrisna menjelaskan bahwa sebagian tokoh dan kisah di dalam novel "Sepatu Dahlan" merupakan hasil imajinasinya.
Dalam acara peluncuran novel itu hadir juga sejumlah tokoh antara lain Ary Ginanjar Agustian, Tina Talisa, Putra Nababan dan Abdillah Toha, yang bergantian memberikan pandangannya atas novel itu. "...setelah membaca buku ini, segalanya terkonfirmasi. Kesederhanaan, rendah hati dan kerja keras yang dibarengi keteguhan hati, bukanlah sekedar gebrakan,” kata pembawa acara berita Putra Nababan.

Ia mengatakan bahwa novel "Sepatu Dahlan" membuatnya lebih banyak bersyukur atas segala karunia yang diterimanya dalam kehidupan sehari-hari. “Pagi ini saya memakaikan sepatu kepada anak saya dan saya bersyukur. Saya bayangkan kalau saya dan anak saya mengalami seperti itu,” katanya.
Sementara itu pembawa acara yang lain, Tina Talisa, mengatakan bahwa novel tersebut menginspirasinya untuk tidak pantang menyerah. “Pada saat saya membaca saya menjadi sadar bahwa kalau kita mengeluh kita tidak akan mendapatkan apapun,” ujarnya.
Sedangkan Ary Ginanjar menilai novel "Sepatu Dahlan" memiliki pesan besar yaitu agar pihak yang kaya bermanfaat dan pihak yang miskin bermartabat. “Sepatu Dahlan adalah sebuah makna kebebasan. Sebuah makna dimana kita keluar dari segala hal birokrasi,” tuturnya.
Novel "Sepatu Dahlan" menurut politisi Abdillah Toha akan diikuti oleh "Surat Dahlan" dan "Kursi Dahlan". “Pak Dahlan mudah-mudahan menjadi inspirasi untuk bangsa Indonesia sekarang dan masa depan,” ujarnya.
Tampaknya semua mengamini pandangan Dahlan Iskan yang diperjelasnya dalam bab 29, "hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya. Hukum alam. Maka sebagai orang miskin, aku tidak berharap terlalu muluk-muluk”. Namun tentu saja tidak juga diam, menyerah pada keadaan.

cerpen pertamuku,gagal buat lomba:)


PUISI SI PELOPER KORAN
Ditengah keramaian kendaraan, gerangnya terik matahari dan bunyi klakson yang saling bersahut-sahutan. Abdur, anak kecil berusia 12 tahun itu berjalan menyusuri tiap deret mobil yang menunggu  lampu hijau menyala. Ia membawa setumpuk Koran untuk ditawarkan kepada sopir-sopir yang sedang konsentrasi pada tiga buah lampu yang berdiri di depan perempatan jalan raya.
35 detik. Lampu hijau menyala. Kendaraan-kendaraanpun mulai berjalan. Terdengar kembali suara klakson yang begitu nyaring. Abdur kembali ke trotoar. Ia menghampiriku. Ia letakkan koran-korannya diatas kursi panjang dibawah pohon cemara. Ia terduduk lesu. Mengusap keringat yang membuat wajahnya menjadi kusam.  Sesekali terdengar ia menggumam, mungkin karena korannya yang tak laku itu.
“Kenapa kau ini, Dur. Koranmu tak laku lagi?”. Tanyaku.
“Iya nih Bang, dari tadi mondar-mandir tak ada yang mau beli. Sepertinya orang memang lebih suka menggunakan benda mirip genteng alias I-pak daripada Koran untuk mencari berita dan informasi”.celotehnya.
“Hahaha….I-pad, Dur. Bukan I-pak. Kau ini ada-ada saja. Hahaha….”. Aku tersenyum mendengar Abdur yang salah mengucapkan alat mirip genteng itu.
“Yah..maksudku begitu, Bang. Tapi apa yang ku bilang benar kan, Bang”.
Aku mengangguk mendengar keluhan Abdur. Menurutku apa yang dibilang Abdur memang benar. Orang-orang sekarang memang lebih suka yang praktis. Tidak mau menbolak-balik lembaran Koran. Mereka lebih suka memainkan jemarinya di atas layer LCD itu.
“Padahal Bang, Koran itu lebih banyak manfaatnya, lebih banyak berita dan informasi yang dimuat. Selain itu, banyak orang-orang sukses juga karena Koran. Salah satunya orang yang menjadi idolaku. Pak Dahlan Iskan”.
Aku mendengar semua cerita Abdur. Bocah kecil itu benar-benar mengidolakan sosok Dahlan Iskan. Berbagai artikel yang menceritakan menteri BUMN itu selalu ia gunting lalu ia tempelkan di triplek-triplek dinding rumahnya.
Sebenarnya Abdur anak yang cukup pintar. Namun, karena keterbatasan biaya ia tak bisa melanjutkan pendidikannya. Orang tuanya hanya mampu membiayai sampai tingkat taman kanak-kanak saja. Yah..lagi-lagi masalah keterbatasan ekonomi yang menjadi alasan salah satu anak Bangsa tak bias melanjutkan sekolahnya. Hampir setiap hari, bocah itu menyempatkan waktunya untuk belajar. Ia juga membeli beberapa buku bekas dan Koran yang memuat secuil materi pelajaran. Banyak materi yang ia pelajari. Bahkan, ia bisa mengerjakan soal UNAS tingkat SMP yang dimuat disalah satu Koran yang ia jual. Padahal usianya baru 12 tahun.
Setiap hari selalu ada berita yang  keluar dari mulut bocah itu. Dari kasus mega proyek yang menyeret beberapa petinggi Negara, kasus korupsi yang tak ada ujungnya, sampai  berita selebritis yang sedang bulan madu di luar negeri. Hahaha… aku sampai geli mendengarnya. Kadang aku malu pada Abdur,. Usiaku yang dua kali lebih tua darinya tak pernah tahu satu beritapun yang dimuat di koran. Bukannya aku tak suka pada Koran, hanya saja aku malas membaca.
“Beliau memang karismatik ya, Bang. Sederhana dan rendah hati. Di artikel yang kuguinting, Pak Dahlan pernah tidur di salah satu rumah penduduk yang reyot, beralaskan tikar dari pandan. Aku juga pernah melihat berita di tv apotek di depan lampu stopan. Pak Dahlan pergi ke istana naik KRL dan ojek, sampai-sampai satpam istana tak mengenalinya. Hahaha… wajar lah ya, Bang. Menteri kan biasa pakai mobil mewah”.
Aku tersenyum. Kau benar, Dur. Sepertinya para petinggi Negara itu tak pernah tahu penderitaan yang sedang dialami oleh rakyatnya. Mereka tak malu menggunakan kemewahan yang diperolehnya dari uang rakyat.
Dan kini hadir sosok Dahlan Iskan yang begitu karismatik. Berbagai Koran memuat artikel-artikel tentang dirinya. Sampai yang baru-baru ini kudengar, ada novel yang menceritakan perjalanan hidup dirinya. Rakyat memang benar-benar haus akan sosok pemimpin seperti beliau.
Ditengah-tengah pembicaraanku dengan Abdur, datang seorang lelaki bertubuh gemuk dan berkumis. Ia menghampiriku dan Abdur.
“Ini uangmu, Dur. Puisimu kemarin dimuat di Koran. Ini imbalannya”. Ia memberikan selembar uang seratus ribuan dan sebuah koran pada Abdur. Abdur kaget. Begitupun denganku. Abdur dapat uang, puisi Abdur dimuat. Batinku penuh tanda tanya. Sejenak diam, lalu suara kegirangan dilanjut tawa yang renyah dari Abdur terdengar. Bocah kecil itu begitu senang mendapatkan selembar uang itu. Loncat-loncat kegirangan.
“Aku dapat uang. Puisiku dimuat. Hore…hore. Bang aku titip koran ini ya, aku mau ngasih uang ini ke Emak.”.Abdur memberikan Koran yang memuat puisinya itu padaku. Ia berlari menuju rumahnya. Di tengah taman pojok jalan raya. Ia berlari seperti harimau yang mendapat daging yang lezat dari pawangnya. Kegirangan.
Mataku terfokus pada tingkah laku Abdur. Bocah kecil dengan baju yang sedikit sobek disana-sini. Berlari tanpa beralas kaki. Mengibar-ngibarkan uang seratus ribuannya itu. Aku tersenyum kecil. Bocah itu punya semangat yang luar biasa. Walaupun hanya seorang peloper Koran, puisi bisa dimuat. Kau memang hebat, Dur. Sesaat kemudian. Brakk …….cittt. Abdur terpental. Ia tertabrak sebuah mobil box yang malaju kencang. Aku kaget. Secepatnya aku menghampiri Abdur. Abdur tergeletak ditengah perempatan jalan raya. Tubuhnya berlumuran darah. Kaki dan tangannya penuh goresan luka. Aku terpaku melihat tubuh Abdur. Sesaat kemudian polisi datang. Mereka memasukkan tubuh Abdur di sebuah kantong panjang berwarna kuning. Kubaca tulisan dikantong itu.”kantong jenazah”. Aku benar-benar kaget. Abdur meninggal. Batinku penuh luka.



uuuu


Siang ini ada yang berbeda dengan siang-siang sebelumnya. Yah..tentu. kawan kecilku pergi menghadap Sang Ilahi. Sekarang, tidak ada lagi berita yang kudengar dari mulut bocah kecil penuh semangat itu. Tiba-tiba aku teringat pada sesuatu. Koran yang yang memuat puisi Abdur. Kuambil Koran itu dan membolak-balik lembaran-lembaran Koran itu. Hingga ku sampai halaman 18. Rubrik kumpulan puisi. Kucari puisi dan ini dia. Puisi Abdur.








Cahaya Bintang
Oleh : Abdur Khoirul


Cahaya bulan malam menerangi tubuh hitamnya
Debu dan asap selalu menemaninya
Ditengah lautan kendaraan, seorang menenteng gitar tuanya
Menyusuri tiap jalan yang beraspal
Menyanyikan lagu jalanannya

Kini ia berada diatas sebuah jembatan layang
Melihat gemerlap lampu kota
Menatap taburan bintang yang bercahaya
Seorang anak menggantungkan asa pada satu bintang yang bercahaya






selesai